Respons Agresivitas China, Akademisi Imbau ASEAN Tingkatkan Persatuan
Akademisi dan pengamat menilai kawasan Asia Tenggara saat ini berada dalam keadaan genting. Berbeda dengan masa lampau, kawasan Asia Tenggara, tepatnya wilayah Laut China Selatan (LCS), kini menjadi tempat kekuatan-kekuatan besar dunia saling berhadapan sehingga meningkatkan ketegangan kawasan.
Bagi Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto, agresivitas China dalam sekitar 15 tahun terakhir ini menjadi salah satu faktor yang berkontribusi bagi terciptanya ketegangan tersebut.
“Pada masa lalu, sejak zaman Deng Xiaoping hingga Pemerintahan Hu Jintao, meski sudah memupuk kekuatan, China mempertahankan sikap low profiledan berupaya menyembunyikan kekuatannya," kata Johanes saat menghadiri seminar “China dan Keamanan Maritim Regional: Pandangan dari Asia Tenggara” di Jakarta, Senin (19/5).
"Meski terjadi ketegangan antara China dengan negara-negara Asia Tenggara, seperti konflik dengan Vietnam tahun 1974 dan 1988, serta ketegangan dengan Filipina di tahun 1995, namun ketegangan saat itu tidak meningkat seperti saat ini,” sambungnya.
Baca Juga: Telepon Jerman, Beijing Desak Uni Eropa Hentikan 'De-Risking' Terhadap China
Namun, menurut pemerhati China yang juga Dosen Magister Ilmu Komunikasi UPH Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, sejak 2012, China terlihat semakin memperlihatkan kekuatannya, dan bahkan aktif melakukan apa yang oleh para ahli disebut sebagai aktivitas zona abu-abu (greyzone), yaitu memobilisasi unsur-unsur maritim sipil didukung oleh unsur Penjaga Pantai China dan Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat, untuk beraktivitas di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara-negara Asia Tenggara.
Johanes menambahkan bahwa beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia, pernah mengalami hal serupa, yakni menjadi sasaran dari aktivitas pelanggaran hak berdaulat oleh China, yang dilakukan dengan berdasar pada 10 garis putus-putus yang hanya dilandasi oleh apa yang China sebut sebagai “hak sejarah”, namun sebenarnya tidak sah berdasarkan hukum laut internasional, yaitu UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea).
Merespons hal di atas, Johanes beranggapan bahwa negara-negara Asia Tenggara, khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) perlu meningkatkan persatuan dan kemampuan dalam menghadapi sikap agresif China tersebut.
Peningkatan persatuan itu penting karena menurut Ristian Atriandi Supriyanto, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, negara-negara ASEAN justru sedang terbelah dalam menghadapi perilaku agresif China.
Baca Juga: Impor Timah China dari RI Meledak, Ternyata Gegara Ini!
“Sebagian dari negara-negara ASEAN mengambil pendekatan lunak karena merasa lemah menghadapi China, atau merasa China terlalu penting, terutama secara ekonomi,” tuturnya.
Akademisi yang baru saja menyelesaikan disertasi doktor di Australian National University itu khawatir bila terdapat anggapan di kalangan elite pemerintah negara-negara ASEAN bahwa perundingan dan pengakuan terhadap klaim China merupakan pengorbanan yang cukup kecil karena kerja sama dengan China dianggap memberi lebih banyak keuntungan.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian Maritim (Kapusjianmar) Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal), Laksamana Pertama (Laksma) TNI Salim, S.E., M.Phil., M.Tr Opsla, juga sepakat dengan pandangan bahwa Asia Tenggara saat ini sedang menghadapi tantangan yang muncul dari adanya rivalitas dua kekuatan besar dunia.
Oleh karenanya, menurut Perwira Tinggi TNI AL itu, negara-negara kawasan Asia Tenggara harus berupaya menghadirkan stabilitas dan kedamaian kawasan, antara lain dengan menggalakkan dialog dan diplomasi maritim untuk menemukan solusi bagi sengketa-sengketa maritim regional.
Halaman BerikutnyaHalaman:
- 1
- 2
(责任编辑:休闲)
- DPR Setujui Permohonan Naturalisasi Mees Hilgers dan Eliano Reijnders: Berlanjut ke Paripurna
- BPH Migas Kebut Pembangunan Infrastruktur Penyaluran Gas Bumi Melalui Pipa
- Akselerasi Inklusi Keuangan, Faspay & AFTECH Dukung BFN 2023
- Proyek Upper Cisokan: PLN Pastikan Keselamatan Warga di Proyek Quarry Gunung Karang
- VIDEO: 'Shock Therapy' ala Harry Halim buat Industri Mode Indonesia
- 2025澳洲设计学校排名介绍
- Muhadjir Soal Dugaan Bullying PPDS Undip: Jangan Menduga
- 2025年全世界美术学院排行榜
- Ancaman Elon Musk ke Trump Bikin Dunia Intelijen Terancam
- 2025世界建筑学院排名介绍
- Dibobol Tehran, Dokumen Nuklir Rahasia Israel Sukses Dikantongi Iran
- Belajar dari Trump, China Bikin Mineral Tanah Jarang Menjadi Senjata Perang Dagang
- Hari Guru Nasional 2024, Ini Alasan Guru Disebut Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
- DPR Khawatir PP Kesehatan soal Penyediaan Kondom untuk Pelajar Jadi Pintu Seks Bebas
- Pramono Yakin Formula E Diyakini Beri Dampak Ekonomi ke Jakarta
- Hari Pertama Menjabat, Ini Pesan Presiden Jokowi untuk Menteri Rosan Roeslani
- Coursera: AI Makin Diminati di Indonesia
- Luar Biasa! Begini Perjuangan Ganda Putra Tanah Air Menembus Babak Final Indonesia Open 2025
- Mengenal Asam Sulfat, Zat Korosif yang Berbahaya
- ZTE Open Day 2025: Dorong Transformasi Digital Indonesia Melalui AI dan Kolaborasi Berkelanjutan